Tema : Manusia Dan Keadilan
A. Konsep Keadilan
Konsep
hukum dalam urusan-urusan privat dan kemasyarakan sangat kompleks, sehingga
seorang hakim harus memiliki wawasan iuas dan ilmu-ilmu yang mendukungnya dalam
memberikan keputusan hukum. Seorang hakim tidak boleh hanya bertumpu kepada
bukti-bukti nyata dan kondisi krusial yang terjadi.
Namun lebih dari itu seorang hakim harus memutuskan sesuatu dengan pertimbangan firasat yang benar, dan tanda-tanda dan bantuan faktor-faktor lainnya sehingga kebenaran itu menjadi nyata dan boleh jadi dia menggunakan isyarat-isyarat dalam berhukum.
Seorang hakim bisa saja mengancam salah satu pihak dengan apa saja yang menurutnya berada pada pihak yang salah dan dalam posisi yang zalim, dan bertanya dengan pertanyaan yang beraneka ragam hingga kebenaran menjadi nyata.
Secara umum hakim harus memiliki dua bekal fikih; ilmu fikih tentang hukum-hukum kejadian dan perkara yang umum dan ilmu pengetahuan tentang kasus tertentu dan karakter-karakter manusia. Ilmu tentang karakter-karakter orang yang sedang bersengketa sangat penting untuk membedakan antara orang-orang yang benar dengan yang salah, dan orang-orang yang jujur dengan yang dusta.
Sehingga dengan demikian dia memutuskan hukuman atas kejadian dengan benardan sesuai dengan kenyataan dan tidak menempatkan keputusan hukum di luar kenyataan dan fakta yang terjadi.
Dan bila seorang hakim tidak memiliki pemahaman tentang isyarat-isyarat, tanda-tanda, bukti-bukti, kaitan-kaitan dan hubungan-hubungan kondisi dan perkataan tertentu, dan tidak memiliki pemahaman detail dan general tentang suatu masalah, maka pasti dia memutuskan keputusan hukum yang menghilangkan hak-hak orang dan pasti diketahui bahwa hukum itu batal dan tidak mendasar
Namun lebih dari itu seorang hakim harus memutuskan sesuatu dengan pertimbangan firasat yang benar, dan tanda-tanda dan bantuan faktor-faktor lainnya sehingga kebenaran itu menjadi nyata dan boleh jadi dia menggunakan isyarat-isyarat dalam berhukum.
Seorang hakim bisa saja mengancam salah satu pihak dengan apa saja yang menurutnya berada pada pihak yang salah dan dalam posisi yang zalim, dan bertanya dengan pertanyaan yang beraneka ragam hingga kebenaran menjadi nyata.
Secara umum hakim harus memiliki dua bekal fikih; ilmu fikih tentang hukum-hukum kejadian dan perkara yang umum dan ilmu pengetahuan tentang kasus tertentu dan karakter-karakter manusia. Ilmu tentang karakter-karakter orang yang sedang bersengketa sangat penting untuk membedakan antara orang-orang yang benar dengan yang salah, dan orang-orang yang jujur dengan yang dusta.
Sehingga dengan demikian dia memutuskan hukuman atas kejadian dengan benardan sesuai dengan kenyataan dan tidak menempatkan keputusan hukum di luar kenyataan dan fakta yang terjadi.
Dan bila seorang hakim tidak memiliki pemahaman tentang isyarat-isyarat, tanda-tanda, bukti-bukti, kaitan-kaitan dan hubungan-hubungan kondisi dan perkataan tertentu, dan tidak memiliki pemahaman detail dan general tentang suatu masalah, maka pasti dia memutuskan keputusan hukum yang menghilangkan hak-hak orang dan pasti diketahui bahwa hukum itu batal dan tidak mendasar
- B. Keadilan Manusia
- Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini diharapkan untuk menyerap sifat-sifat Allah dan me-neladani akhlak-akhlak-Nya. Nah, oleh karena sifat dan akhlak Allah yang paling dominan dan menonjol adalah sifat ke-mahaadilan-Nya, maka manusiapun harus dapat menyerap dan meneladani sifat adilnya Allah Ta’ala. Berbicara tentang keadilan manusia, da-pat kita bahas dari dua sisi; individual dan sosial.
- 1. Keadilan Individual
- Added values (nilai tambah) yang ada pada ma-nusia dan tidak ada pada spesies makhluk lainnya terletak pada alam ruhaninya, maka pembahasan tentangnya lebih sering disoroti oleh Islam ketim-bang alam materinya. Seperti yang telah disebutkan tadi, bahwa alam ruhani manusia mempunyai se-perangkat peraturan yang adil dan seimbang, dan bahwasanya mengikuti peraturan tersebut merupa-kan ketundukan manusia pada peraturan tersebut ser-ta tidak megikutinya akan mengakibatkan tersesat, kehilangan arah dan mati. Maka apa gerangan per-aturan yang berlaku pada alam ruhani manusia, sehingga dia tidak tersesat, kehilangan arah dan mati?
- Peraturan yang dimaksud adalah ajaran-ajaran Allah yang tertuang dalam agama Islam, karena satu-satunya agama yang Allah terima hanya agama Is-lam, "Sesungguhnya agama (yang diterima)Allah adalah Islam" (Qs. Ali Imran, 3: 19) dan "Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan di-terima dari-Nya" (Qs. Ali Imran, 3: 85). Al-Quran me-nyebutkan tentang orang yang mengikuti dan tunduk terhadap peraturan Allah sebagai orang yang ter-bimbing dan orang yang tidak mengikutinya akan tersesat dan kehilangan arah, Allah berfirman "Maka jika datang kepadamu petunjuk-Ku, maka barang-siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barangsiapa berpaling dari per-ingatan-Ku (petunjuk-Ku), maka sesungguhnya bagi-nya kehidupan yang sempit dan Kami akan meng-himpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Qs. Thaha, 20: 123-124).
- Dan pada ayat yang lain, Al-Quran menjanjikan kepada orang-orang yang mengikuti peraturan Allah kehidupan yang baik, "Barangsiapa beramal kebaik-an dari laki-laki maupun dari wanita, sementara dia beriman, niscaya Kami hidupkan mereka dengan ke-hidupan yang baik" (Qs. An-Nahl, 16: 97).
- Sehubungan dengan orang fasik, yaitu orang yang tidak mengikuti peraturan Allah, Imam ‘Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Bentuk dia adalah bentuk manusia tetapi hati dia adalah hati binatang. Dia tidak me-ngetahui pintu kebenaran sehingga diikutinya dan ju-ga tidak mengetahui pintu kebatilan sehingga dihin-darinya. Itulah mayat yang hidup".(Nahj Al-Balaghah, khutbah 87).
- Dalam disiplin ilmu akhlak, orang yang konsisten dan komitmen dengan ajaran Islam secara utuh di- sebut adil. Adil berarti orang yang tunduk dan me-ngikuti peraturan Allah yang berlaku di alam ruhani-nya. Para guru akhlak dalam mendefinisikan keadilan berkata, "Keadilan adalah sebuah kebiasaan internal yang kuat (malakah, karakter) dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya untuk berkomitmen de-ngan takwa ".
- Jadi menurut Islam seorang yang adil secara indi-vidual adalah seorang yang tunduk, thawaf dan meng-ikuti peraturan Allah Ta’ala secara ketat, dan keadilan akhlaki-individual akan tercapai hanya dengan meng-ikuti agama Islam secara ketat dan konsisten.
- 2. Keadilan Sosial
- Sisi lain dari kehidupan manusia adalah kehidup-an eksternal dan kehidupan interaktif dengan dunia luarnya. Dunia eksternal merupakan tempat ujian keadilan individual manusia. Oleh karena itu keadilan individual sangat penting untuk ditegakkan sebelum seseorang ingin mulai berkecimpung dalam dunia sosial. Sulit untuk dipercaya bahwa seseorang ber-laku adil di tengah masyarakatnya sementara pada dirinya belum ditegakkan keadilan individual.
- Islam sebagai agama yang komprehensif tidak hanya mengatur masalah-masalah ritual-ubudiyyah saja, tetapi juga mengatur kehidupan kolektif baik dalam bentuk keluarga, organisasi dan negara. Da-lam kehidupan kolektif yang interaktif keadilan dan keseimbangan sangat dibutuhkan, karena tanpa ke-adilan kehidupan itu akan rusak, timpang, kacau, dan akan dikotori dengan monopoli, dominasi serta ke-pentingan-kepentingan pribadi. Untuk menciptakan kehidupan sosial yang aman, damai dan harmonis dibutuhkan seperangkat peraturan yang adil dan se-imbang.
- Sesuai dengan sifat ke-mahaadilan-Nya, Allah te-lah menurunkan kepada umat manusia peraturan yang adil (lihat Qs. Al-Hadid, 57: 25), yaitu Islam. Disamping itu, peraturan Ilahi itu saja tidak cukup, perlu ada orang-orang yang menjalankannya dengan benar. Oleh karena itu, sepanjang sejarah manusia Allah mengutus figur-figur yang mampu member-lakukan peraturan-Nya dengan benar sebagai contoh yang harus diteladani (lihat Qs. Al-Baqarah, 2: 213). Mereka itu adalah para nabi dan para imam yang me-neruskan tugas para nabi.
- Para nabi dan imam yang dipercayai oleh Allah untuk manjalankan peraturan-Nya atas umat manusia dengan benar disyaratkan terlebih dahulu diri me-reka bebas dari cacat ruhani-internal, atau dengan kata lain mereka harus menjadi seorang yang adil secara individual. Kalau tidak demikian, maka tiada jaminan bahwa mereka itu akan dengan benar dan adil memberlakukan peraturan Ilahi. Atas dasar itu, para nabi dan imam harus maksum (bebas dari kesalahan dan dosa).
- Dari keterangan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadilan sosial dan hukum akan tegak dengan dua syarat:
- Pertama, peraturan atau undang-undang yang ber-laku adalah peraturan dan undang-undang yang adil. Dan tidak ada peraturan yang lebih adil dari per-aturan yang datang dari Allah Ta’ala."Tidakkah Allah Penegak hukum yang paling Adil" (Qs. Al-Tin, 95: 8) dan "Dialah sebaik-baiknya hakim (penguasa)" (Qs. Al- A’raf, 7: 87).
- Kedua, yang akan memberlakukan peraturan itu ada-lah orang-orang yang telah teruji jiwa dan dirinya, atau dengan kata lain, orang yang telah tegak dalam dirinya keadilan individual. Oleh karena itu, yang pa-ling berhak untuk berkuasa adalah orang-orang yang bersih seperti nabi, imam dan orang yang mengikuti mereka.
- Daftar Pustaka : http://aljawad.tripod.com/arsipbuletin/ilahi2.htm
0 komentar:
Posting Komentar